Gambaran Seksualitas Pada Remaja Down Syndrome Di SLB PGRI Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulonprogo (Studi Kasus)
Abstract
ABSTRAK
Down syndrome merupakan suatu gangguan kesehatan fisik atau cacat fisik bawaan dan disertai dengan retardasi mental yang disebabkan karena kelainan pada kromosom ke-21. Banyak anggapan bahwa pengetahuan seksualitas bagi down syndrome tidaklah penting. Pembahasan mengenai seksualitas bagi penderita down syndrome masih dianggap tabu, menyeramkan, dan masih diabaikan oleh banyak orang. Mitos yang mengatakan bahwa anak berkebutuhan khusus, termasuk juga down syndrome, adalah aseksual atau tidak mengalami perkembangan seksual tidaklah benar. Remaja down syndrome juga mengalami perkembangan seksual, namun terdapat beberapa perbedaan dengan remaja pada umumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran seksualitas yang terjadi pada remaja down
syndrome. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain studi kasus dengan harapan dapat menggali fokus penelitian secara lebih mendalam. Responden penelitian ini adalah satu remaja laki- laki down syndrome dan dua remaja perempuan down syndrome yang berusia 15-20 tahun yang bersekolah di SLB PGRI Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulonprogo. Metode pengambilan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, riwayat hidup, tes psikologi, dan dokumentasi. Tes psikologi dilakukan dengan tes CPM (Coloured Progressive Matrices), dengan hasil tiap responden berada pada grade V (intellectually defective).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara biologis ketiga responden mengalami perkembangan seksualitas yang sama dengan remaja lain, ditandai dengan mimpi basah pada responden laki-laki, dan menstruasi pada responden perempuan. Secara umum responden belum memiliki pengetahuan mengenai seksualitas, seperti reproduksi manusia dan perilaku-perilaku seksual (ciuman, masturbasi, dan
seks). Hal ini disebabkan karena orang tua dan guru merasa tidak nyaman dan takut untuk memberikan penjelasan serta arahan mengenai seksualitas. Orang tua dan guru belum memiliki cara yang tepat untuk memberikan penjelasan tentang seksualitas kepada responden agar mudah memahaminya. Meski demikian ketiga responden sudah dapat merawat diri dengan mandiri, seperti dapat mandi dan berpakaian sendiri, dapat mencuci piring, dan dapat mengganti pembalut sendiri saat menstruasi bagi responden perempuan. Pemahaman tentang gender juga sudah dimiliki oleh responden. Responden dapat membedakan gender melalui penampilan fisik yang nampak dari luar. Ketiga responden mulai melihat lawan jenisnya atraktif dan menarik secara fisik, dua responden menunjukkan ketertarikan terhadap lawan jenis sedangkan satu responden belum menunjukkan ketertarikan kepada lawan jenis. Namun, ketiga responden belum menunjukkan adanya gairah seksual yang mengarah pada perilaku seksual seperti masturbasi atau seks. Dua responden mulai memiliki body image negatif pada dirinya yang membuat responden memandang dirinya berbeda dengan remaja lainnya dan perbedaan ini dapat berakibat pada kehidupan seksual responden. Dua dari tiga responden juga memiliki keinginan untuk bekerja dimasa depan. Pengetahuan mengenai bentuk hubungan antara lawan jenis seperti pacaran dan pernikahan sudah diketahui oleh responden, namun responden belum memahami adanya rasa sayang, rasa cinta, komitmen, tanggung jawab, serta aturan-aturan dalam hubungan tersebut. Pemahaman responden terhadap hubungan antara lawan jenis sebatas pada sepasang laki-laki dan perempuan yang saling berdekatan.
Kata kunci: Down Syndrome, Sindrom Down, Seksualitas, Remaja
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.13057/wacana.v10i1.120
Copyright (c)
Jurnal Wacana
Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS)
Gedung D Fakultas Kedokteran
Jl. Ir. Sutami 36A Kentingan, Jebres, Surakarta Jawa Tengah 57126
email : wacana@mail.uns.ac.id
Phone : 081326277762